Mz mau berbagi berita nih tapi sayangnya kurang mengenakkan. Gimana nggak, masa pawai ogoh-ogoh mau ditiadakan?! Sebenernya Mz kurang setuju sih tapi demi kebaikan bersama harus dilakukan. Dengar-dengar juga bukan ditiadakan tapi dibatasi pelaksanaannya, walaupun begitu semoga tetap bisa berjalan dengan baik. Menjelang Hari Raya Nyepi kali ini, kita sedang menghadapi kasus penyakit yang amat berbahaya, jadi jaga kesehatan masbrooo!
Material Pembentuk Boneka Raksasa Menyeramkan
“Boneka raksasa menyeramkan?” Yoi, itu sebutan lain buat ogoh-ogoh dari beberapa orang. Ya emang bener sih, bentuknya ‘kan kayak boneka raksasa ditambah lagi dengan perawakannya yang menyeramkan. Kata Ogoh-Ogoh sendiri diambil dari sebutan Bahasa Bali yaitu Ogah-Ogah yang artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan dan biasanya dibentuk menyerupai bhuta kala (mahkluk halus super jahat). Awalnya ogoh-ogoh dibuat dari anyaman bambu bertulang kayu tapi karena dirasa berat jadinya diganti dengan gabus dan styrofoam. Selain ringan dan murah, bahan gabus dipilih karena bisa lebih mudah dibentuk menjadi karakter-karakter raksasa yang bentuknya terbilang sulit. Selain itu, mempercepat proses pembuatan biar nggak kelamaan buatnya. Tahu nggak berapa lama buat Ogoh-ogoh? Bisa sampai berbulan-bulan!
Tapi… ada tapi-nya nih, para warga kini dihimbau oleh Dinas Kebudayaan Pemerintah Kota Denpasar untuk tidak menggunakan kedua material tersebut karena dianggap kurang ramah lingkungan, jadinya balik lagi deh dengan pembuatan menggunakan bambu.
Sejarah Pawai Ogoh-ogoh dalam Banyak Versi
Sejak tahun 1980-an, awal mulanya pengarakan ogoh-ogoh ini nggak ada hubungannya lho dengan perayaan Hari Raya Nyepi. Tapi gimana ceritanya tiba-tiba sudah ada pengarakan ogoh-ogoh kayak sekarang ini. Dengar-dengar sih, para warga di zaman itu lagi gabut makanya kepikiran buat ngarak ogoh-ogoh. Ya, buat seru-seruan saja.
Nah, versi lain bilang kalau ogoh-ogoh sudah muncul sejak tahun 1970-an. Ada juga yang bilang ogoh-ogoh diketahui sudah ada sejak jaman Dalem Balingkang. Dimana waktu itu ogoh-ogoh digunakan pada saat upacara pitra yadnya (persembahan yang dilakukan kepada para roh leluhur).
Dilaksanakan Pada Petang Hari
Kenapa petang hari? Ya, kalau pagi hari namanya upacara bendera dong. Canda! Kita lanjut lagi ke pembahasan. Di Bali dipercaya saat petang hari atau jam-jam magrib itu para makhluk halus lagi berkeliaran. Nah, pas mereka keliaran dialihkan dengan ogoh-ogoh yang dimaksudkan akan ngikut. Setelah itu, akan dibawa ke Sema (kuburan Umat Hindu) dan dibakar disana. Jadi, dengan dibakarnya ogoh-ogoh biar makhluk halus yang ngikut itu nggak ganggu pada saat perayaan Hari Raya Nyepi berlangsung. Jadi, tinggal sifat bhuta kala (yang bersifat negatif dalam diri manusia) yang tertinggal.
Tanpa Penangkal Ini Ogoh-Ogoh Bisa Hidup
Percaya nggak kalau ogoh-ogoh bisa hidup? Kasus ini pernah terjadi lho di beberapa banjar di Renon, Denpasar. Padahal penangkal alias daun pandan berduri sudah ditaruh di ogoh-ogohnya dan hal itu tetap terjadi. Karena keulang terus kejadiannya, warga di banjar tersebut memutuskan untuk nggak buat ogoh-ogoh lagi. Mungkin ada energi negatif yang menarik makhlus halus buat masukin ogoh-ogoh kali ya, Mz pun nggak ngerti. Oh ya, daun pandan berdurinya bisa diikat ke badannya atau diselipin di badan ogoh-ogohnya. Pokoknya harus ada tanaman berduri yang satu ini.
Kenapa pakai daun pandan berduri? Karena dipercaya, bisa menghalau energi-energi negatif dari sekitarnya. Masyarakat Bali percaya bahwa para bhuta kala adalah makhlus halus jahat dan suka jahil. Mereka nggak akan tenang kalau nggak dapat gangguin manusia. Makanya daun pandan berduri dijadikan penangkalnya.
Yup, itu penjelasan mengenai ogoh-ogoh yang terus diadakan setiap tahunnya menjelang Hari Raya Nyepi di Bali, tepatnya saat Pengerupukan Nyepi (sehari sebelum Nyepi). Dampak Virus Corona benar-benar sangat terasa ya, akhirnya banyak tradisi dan kegiatan di Bali yang selalu dilakukan setiap tahunnya jadi terhalang. Semoga kedepannya, keadaan jauh lebih membaik!