tradisi mekotekan

Tradisi Mekotekan: Penolak Wabah Penyakit di Desa Munggu

Bali itu emang banyak banget tradisinya dan ngga heran kalau jadi orang Bali masih percaya sama hal-hal yang berbau mistis dari leluhur pendahulu mereka. Mz kali ini mau kepo soal tradisi yang cuman ada di daerah Munggu, Badung.

Kenalin sebuah tradisi yang sampai saat ini masih dipercaya sebagai sebuah tradisi yang wajib dilakukan dari waktu ke waktu, bernama tradisi Mekotekan.

A post shared by Masbrooo (@masbrooo.online) on

Tradisi Mekotekan sebagai penolak bala dan simbol kemenangan Munggu melawan Kerajaan Blambangan

Tradisi Mekotekan ini diadakan tiap 6 bulan sekali, yaitu pas jatuhnya pada Hari Raya Kuningan. Kalo ngga percaya, silahkan deh datang ke Desa Munggu, Badung, Bali dijamin seru dan rame disana.

Ternyata tradisi ini ngga sembarang tradisi yang sekedar ada aja, tetapi Mekotekan ini sebuah tradisi yang dilestarikan sebagai simbol kemenangan Kerjaan Munggu saat melawan Kerajaan Blambangan. Penuh semangat dalam jiwa anak muda Desa Munggu menyambut Tradisi Mekotekan ini, karena disamping sebagai simbol kemenangan, Mekotekan juga sebagai cara untuk menolak bala atau wabah penyakit.

Waktu jaman penjajahan pernah sih ngga dibolehin sama para tentara dari Belanda, karena takutnya bakalan ada sebuah pemberontakan. Namun ngga berselang beberapa lama, langsung deh Desa Munggu diserang wabah penyakit, ngga tahu darimana asalnya dan membuat masyarakat jadi ketakutan. Akhirnya diputuskan untuk diadakan kembali hingga sekarang.

tradisi mekotekan
Awas jatuh nanti dimarah sama mama

Ikutan Tradisi Mekotekan

Kamu mau ikutan Mekotekan? Boleh-boleh aja sih, tapi ada syaratnya, yaitu para peserta diwajibkan mengenakan pakaian adat madya yaitu kamen kancut dan udeng batik dan berkumpul di Pura Dalem Munggu. Setelah berkumpul, melakukan persembahyangan dan ucapan terima kasih atas hasil perkebunan. Setelah itu, seluruh peserta melakukan pawai menuju sumber air di Kampung Munggu. Upacara ini diikuti oleh 2000 peserta, yakni penduduk Munggu yang terdiri dari 15 banjar turun ke jalan dari usia 12 hingga 60 tahun. Para peserta dibagi dalam kelompok-kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 50 orang.

Dulunya, Mekotekan ini menggunakan besi gitu untuk memberikan semangat kepada orang-orang yang pergi ke medan perang. Namun, karena banyak yang akhirnya terluka, maka tombak dari besi tersebut diganti dengan tongkat dari kayu pulet yang sudah dikupas kulitnya dan diukur panjangnya sekitar 2 sampai 3,5 meter.

Keseruannya baru dimulai saat tongkat kayu yang dibawa, diadu di atas udara membentuk piramida atau kerucut. Buat kamu yang mau menjajal kemampuan, bisa naik ke kumpulan tongkat kayu yang beradu tersebut sambil memberikan komando semangat buat temen-temen kamu dibawahnya. Tentunya ga afdol tanpa iringan gambelan gong Bali biar makin semangat para peserta Mekotekannya.

Tertarik untuk mencoba? Tunggu lagi 6 bulan yaa… pasti ada kok tradisi Mekotekannya. Jadi, siapkan semua perlengkapan yang dibutuhin, terutama kamera biar terus update tiap saat.