sapi putih

Hal Menarik Seputar Sapi Putih Desa Taro yang Masih Menyimpan Misteri

Gianyar dengan segudang keseruannya sangat disayangkan untuk dilewatkan liburan di sini. “Ubud”, itu yang terpintas pertama kali saat ingin berkunjung ke daerah Gianyar, Bali dan memang diakui kalau Ubud ini adalah surga alam berserta kulinernya bikin ngangenin banget. Kalau mau kesini ada juga beberapa rekomendasi Tempat Menginap di Ubud dibawah 100K lho.

Udahan dulu ya bahas Ubudnya, sekarang tengok sedikit ke sebuah daerah Gianyar yang tidak kalah menariknya dengan Ubud. Daerah ini juga memiliki sebuah hewan sapi suci yang sama sekali tidak boleh dibunuh. Yup! Desa Taro memiliki beberapa tempat yang seru buat kamu traveling sekaligus mengenal sebuah jenis Sapi Putih yang sampai saat ini menjadi sebuah misteri.

1 jam 30 menit (kalau tidak macet) kamu bakalan sampai di Desa Taro dan dijamin suhu di sini pas malam-malam dingin banget. Mz aja waktu kemah di sini tidak bisa tidur enak lantaran dingin banget. Sapi berwarna putih ini memang sangat disakralkan dan semua warga memperlakuaknnya sangat istimewa dibandingkan dengan hewan lainnya.

Segitu keramatnya Sapi Putih Desa Taro

sapi putih
benar-benar beda nih Sapi Putih Desa Taro

Uniknya di sini, sapi keramat yang dimiliki warga, kalau sudah berumur enam bulan sudah pasti nantinya akan diserahkan kepada pihak Desa dan tidak boleh dijual atau dimakan dagingnya.

Terus apakah Kepala Desa aja yang memberikan makanan kepada sapi ini? Tenang aja, di sini peraturannya setelah dibawa ke Desa, warga desa secara bergiliran memberikan makanan pada sapi ini sesuai pembagian jadwal yang mereka dapatkan.

Sapi ini juga sebagai salah satu bagian dari sarana pelengkap upacara. Bukan sebagai tumbal, melainkan sebagai saksi upacara agar upacara tersebut penuh berkah dan berjalan dengan baik. Biasanya upacara yang menggunakan peran Sapi Putih adalah Upacara Purwa Daksina.

Tetapi buat yang ingin menggunakan jasa Sapi ini harus membayar Rp. 600.000,- dan itu kamu tidak perlu ribet-ribet dalam urusan penjemputan, dikarenakan sapi-sapi ini sudah ada yang mendampingi, yakni sebanyak 15 orang sudah ready untuk menuntun sapi ini selama upacara berlangsung.

Kenapa harus membayah nih? Ini kan yadnya? Jangan salah paham dulu ya, soalnya ini juga bagian dari yadnya. Dana Rp. 600.000,- mungkin sebagai dana untuk biaya makannya atau perawatannya, karena sapi ini bukan milik perorangan, melainkan hewan Desa yang kini dianggap suci secara niskala.

Tidak selamanya mitos terus dipercaya

sapi putih
Hampir mirip kayak babi warna Sapi Putih ini

Berdasarkan Artikel Bali sebuah kontreoversi yang pernah terjadi di Desa Taro adalah sebuah fenomena pengalihan fungsi lahan yang dijadikan lahan pertanian. Sebuah hutan keramat tempat para sapi-sapi putih berada kini sudah berubah menjadi sebuah lahan pertanian oleh warga desa setempat.

Itu kan hutan keramat, apa tidak takut nanti terjadi apa-apa? Seperti hutan-tutan yang berada di daerah Bali, seperti Sangeh salah satu contohnya yang sampai saat ini menganggap kalau hutan di sana tidak boleh ditebang dan hutan tersebut tempat monyet-monyet untuk tinggal dan hidup.

Lalu kenapa masyarakat Desa Taro berani ya melakukan ini? Kemungkinan saat Peristiwa Gunung Agung pertama. Pada jaman itu masyarakat Desa Taro belum terlalu mengenal teknologi pertanian dan memilih untuk membabat hutan keramat akibat krisis ekonomi akibat letusan Gunung Agung. Namun tetap saja mereka tidak berani membunuh para sapi keramat ini dan hasilnya sapi ini sekarang berkeliaran di rumah warga.

Namanya juga mitos ya, tetapi mungkin Desa setempat juga sudah melakukan musyawarah dan sudah meminta izin secara niskala dengan penguasa hutan tersebut merelakan untuk dirubah menjadi lahan pertanian sebagai salah satu cara untuk memperbaiki kondisi ekonomi Desa Taro. Makanya sebagai gantinya mereka akan merawat dengan sepenuh hati sapi-sapi keramat ini tanpa rasa mengeluh sedikitpun.