Mundur jauh ke belakang dari tahun 2019, ada isu yang beredar pada saat itu, isu pembuatan jembatan penghubung Pulau Jawa dan Bali. Jujur-jujuran aja nih, Mz tau hal ini baru-baru ini. Awalnya Mz kira ini hal yang baru, tapi ternyata sudah pernah dibahas jauh sebelum tahun ini.
Kamu pikir Mz telat bahasnya? Tidak, Sobat. Isu ini, pembangunan jembatan penghubung Pulau Jawa dan Bali kembali muncul melalui akun-akun info di sosial media.
Sebelum artikel ini dibuat, Mz sempet melemparkan opini terkait hal-hal yang akan terjadi kalau jembatan ini direalisasikan. Nih, liat sendiri dah kontennya kayak gimana.
View this post on InstagramA post shared by Masbrooo (@masbrooo.online) on
Selain fokus ke kontennya, coba deh liat reaksi para pengguna Instagram. Kebanyakan dari mereka nggak setuju sama pembangunan jembatan ini, padahal sebenernya Mz nggak ada nanya pendapat mereka sih.
Tambahan, nggak setujunya itu beralasan. Mulai dari ketakutan akan memudarnya budaya Bali, sampai dengan alasan cerita tentang Sidi Mantra dan Manik Angkeran, sosok dibalik pemisah Pulau Jawa dan Bali.
Berarti dulu Pulau Jawa dan Bali itu satu pulau ya? Atau gimana? Markitsur! (re: Mari kita telusuri)
Singkat Cerita Asal Mula Terpisahnya Pulau Jawa dan Bali
Pada jaman dulu di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama Sidi Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Selain sakti Sidi Mantra adalah seorang yang berbudi pekerti luhur dan disegani oleh masyarakat karena memiliki pengetahuan agama yang luas. Sanghyang Widya atau Batara Guru memberikannya hadiah berupa harta benda dan seorang istri yang cantik. Setelah bertahun-tahun menikah, akhirnya mereka mendapat seorang anak yang bernama Manik Angkeran.
Berbeda dengan Bapaknya, Manik Angkeran ini manja, doyan judi dan metajen. Judinya nggak kecil-kecilan yang sekedar taruhan seribu-dua ribu, sampai mempertaruhkan harta keluarga, Bos! Gile bener…
Kalah banyak, hutang banyak, auto bingung si Manik Angkeran. Karena bingung nyari uangnya di mana, akhirnya Ia minta tolong sama Bapaknya. Sebagai Bapak yang baik, Sidi Mantra berusaha untuk mencari bantuan untuk melunasi hutang-hutang anaknya. Doa, puasa dilakukan Sidi Mantra sampai akhirnya Beliau mendengar suara gaib yang menyuruhnya untuk pergi ke Gunung Agung dan menemui Naga Basuki.
Pergilah Sidi Mantra ke Gunung Agung untuk menemui Naga Basuki sang penjaga harta karun di Gunung Agung. Dan bener aja, sampai di sana Sidi Mantra dibantu oleh Naga Basuki. Dengan sedikit menggeliat, harta berupa emas pun bermunculan. Kemudian harta tersebut diambil dan diberikan ke Manik Angkeran (tentunya udah disetujui sama Naga Basuki).

Hutang lunas, Manik Angkeran pun memulai lagi aksinya tanpa rasa kapok. Judi lagi, tajen lagi, kalah lagi. Hutang banyak, minta tolong orang tua lagi. Siklus yang sama kembali terjadi.
Meskipun sudah diperingatkan oleh ayahnya berkali-kali Manik Angkeran tetap saja melakukan perjudian dan bertaruh aduhan ayam. Manik Angkeran meminta bantuan Bapaknya lagi tapi Bapaknya nggak mau membantunya. Sehingga Manik Angkeran bertekad untuk mencari tahu sumber kekayaan ayahnya didapat dari mana. Kemudian ia pun bertanya-tanya kesana kemari dan beberapa temannya memberi tahunya bahwa Bapaknya mendapatkan kekayaan di Gunung Agung.
Setelah Manik Angkeran sampai di Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan genta milik Sidi Mantra. Karena merasa terpanggil Naga Basuki pun merasa terpanggil oleh suara genta tersebut. Tetapi Naga Basuki heran kenapa ia tidak mendengarkan mantra-mantra yang biasa ia dengar dari Sidi Mantra. Setelah keluar, maka bertemulah Sang Naga dengan Manik Angkeran untuk pertama kali. Melihat Manik Angkeran, Naga Basukih pun tak dapat menahan amarahnya.
Melihat kesedihan Manik Angkeran (karena akan dibunuh kalau nggak bayar hutang), Sang Naga pun merasa kasihan.
Setelah memberikan nasehat kepada Manik Angkeran, Naga Basuki pun membalikkan badannya untuk mengambil harta yang berada di dalam Bumi. Pada saat Naga Besukih membenamkan kepalanya ke dalam Bumi, Manik Angkeran melihat ekor Naga Basuki yang penuh dengan emas dan intan maka timbullah niat jahatnya untuk memotong ekor tersebut. Sesegera mungkin Manik Angkeran mengeluarkan keris yang ia bawa dan memotong ekor Naga Basuki dengan satu kali tebasan. Naga Basuki menggeliat dan segera membalikkan badannya. Namun Manik angkeran telah pergi menjauhinya.

Naga Basuki pergi mencari Manik Angkeran ke segala penjuru tetapi ia nggak menemukannya juga. Naga Basuki cuma menemukan bekas telapak kaki Manik Angkeran. Maka dari itu dengan kesaktiannya Naga Basuki membakar bekas telapak kaki Manik Angkeran. Meskipun Manik Angkeran jauh, dengan kesaktian Naga Basuki, Manik Angkean dapat merasakan panasnya api Naga Basuki sehingga Manik Angkeran terjatuh dan lama-kelamaan menjadi abu.
Di Jawa timur Sidi Mantra merasa gelisah. Ia cemas karena anaknya telah menghilang dan masih belum kembali ke rumah. Sidi Mantra juga kehilangan genta yang biasa ia gunakan untuk pemujaan. Tetapi Sidi Mantra mengetahui bahwa anaknya yang telah mengambil genta pemujaannya.
Sidi Mantra merasa anaknya pergi ke Gunung Agung untuk meminta bantuan Naga Basuki. Maka dari itu Sidi mantra berangkat menuju Gunung Agung untuk mencari Manik Angkeran. Sesampainya di Gunung Agung, ia melihat Naga Basuki yang berada di luar persembunyiannya.
Bertanyalah Sidi Mantra kepada Sang Naga Basuki dimanakah anaknya berada. Naga Basuki pun menjawab bahwa Manik Angkeran telah menjadi abu dan sudah meninggal. Sidi Mantra memohon kepada Naga Basuki supaya anaknya dihidupkan lagi. Naga Basuki menyanggupi permohonan Sidi Mantra tetapi dengan satu syarat Sidi Mantra harus mengembalikan ekor Naga Basuki seperti semula. Dengan kesaktiannya Sidi Manta pun mampu mengembalikan ekor Naga Basuki seperti semula.
Setelah itu Naga Besukih menghidupkan kembali Manik Angkeran. Sebab hal itulah Manik Angkeran sadar dan meminta maaf kepada Bapaknya serta ia berjanji nggak akan mengulangi perilaku buruknya lagi. Manik angkeran juga meminta maaf kepada Naga Basuki. Nggak lupa Sidi Mantra berterima kasih kepada Naga Basuki karena telah menghidupkan kembali Manik Angkeran.
Meskipun Manik Angkran telah berubah, Sidi mantra menyuruh Manik Angkeran untuk tetap tinggal di sekitar Gunung Agung. Manik Angkeran pun menuruti perintah ayahnya itu. Kemudian Sidi Mantra pulang ke jawa Timur.
Sesampainya di Tanah benteng, Sidi Mantra menorehkan tongkatnya ke tanah untuk membuat garis yang memisahkan dirinya dengan Manik Angkeran. Saat itu juga bekas torehan tongkatnya menjadi lebar dan bertambah luas sehingga air laut naik menggenanginya. Genangan air laut itu terus melebar dan lama-kelamaan menjadi sebuah selat. Selat tersebutlah yang sekarang ini diberi nama “SELAT BALI”, yaitu selat yang memisahkan Pulau Jawa dengan Bali.
Mih, panjang li ceritanya nok. Akhirnya tahu juga asal mula pisahnya Pulau Jawa dan Bali.