Kalau bahas Galungan emang banyak sih, sampai-sampai ada sejarah ceritanya lho, di mana sosok penguasa Bali, Maya Denawa yang kabarnya berhasil dikalahkan Dewa Indra akibat tidak melaksanakan ajaran Dharma semasa hidupnya. Apakah benar demikian? Ini hanyalah mitos dan cuman sebagai gambaran agar kamu bisa menjadi lebih baik kedepannya.
Ternyata ada versi lain yang menyebutkan kalau bukan seperti itu sosok Beliau yang perwujudannya sebagai sosok yang jahat. Ini memang merupakan sebuah figur yang tidak nyata keberadaanya (cuman cerita rakyat). Sebutan ini sebenarnya sebuah tanda, di mana Maya-Danu dan Wa. Maya berarti hilang, Danu artinya air, dan Wa berarti pengikut. Jadi Maya Danawa memuat arti rahasia tentang lenyapnya pengikut Dewa Air (Wisnu) di Bali.
Cerita Galungan berdasarkan versi yang kamu kenal, yaitu kemenangan Dharma melawan Adharma berasal dari versi paham Siwa. Siwa Sidanta menceritakan kalau Dewa Indra berhasil mengalahkan Maya Denawa yang jahat. Ini berdasarkan sebuah tulisan yang Mz baca, kemungkinan ini sebuah politik dalam persaingan paham Siwa Sidhanta dan Waisnawa di Bali.
Maklumlah perbedaan paham dalam kepercayaan memuja Tuhan pada zaman dulu ternyata memanas juga nih. Ada pada zaman kerajaan di Bali, yaitu zaman Gelgel kalau paham Waisnawa ini dianggap sebagai paham atheis oleh Siwa Sidanta, dikarenakan sedikit melakukan upacara-upacara dibandingkan paham Siwa Sidanta.
Namun setelah Mpu Kuturan mengagas sebuah konsep Desa Pekraman dengan khas Khayangan Tiga, serta penerapan ajaran Tri Murti semakin kuat di Bali. Ini salah satu cara sebagai langkah untuk berfikir maju dengan tidak mempermasalahkan siapa yang kamu puja dan seberapa banyak yang kamu persembahkan kepada Tuhan.
Ini juga bertujuan agar tidak ada lagi sekte-sekte yang ingin mendominasi dalam segi pemahaman pembelajaran, karena agama itu cuman kulit doang. Yang paling penting perbuatan kamu kepada sesama dan selalu ingat kalau kita semuanya sama di mata Tuhan saat kamu sudah berada di akhirat.
Maya Denawa dan pesan dari Dewi Durga
Nah, ada nih sebuah cerita yang beda soal Beliau, di mana Beliau sendiri ini memiliki sebuah nama asli Sri Aji Jaya Kasunu. Awalnya sih Beliau tidak mau sama sekali menjadi raja lantaran kesenanganya lebih kepada memuja para dewa dibandingkan memerintah rakyat. Beda ya sama jaman sekarang, semua ingin jadi pemimpin biar bisa gitulah pokoknya :D.
Akhirnya ketika pas tengah malam tiba, Beliau sedang melakukan tapa memuja Dewi Durga di Setra Gandamayu. Tanpa disadari, Dewi Durga muncul dan memberitahukan sebuah fenomena yang sedang terjadi terhadap raja-raja di Bali. Dewi Durga mengatakan kalau alasan mengapa raja-raja di Bali meninggal dalam waktu memerintah 2 tahun aja.
Katanya sih karena setiap Kala Tiga wuku Dungulan tidak melakukan upacara Abeyakala, makanya terjadilah sebuah wabah penyakit dan semua tempat pemujaan menjadi rusak berantakan. Dewi Durga memberitahukan kepada Maya Denawa, jika ingin menjadi seorang raja, maka Beliau harus melaksanakan upacara tersebut.
Ini masuk akal sih dengan Perayaan Galungan di Bali. Hari pertama adanya Penampahan Galungan yang kegiatannya mempersiapkan segala jenis upacara dan momen ini dimanfaatkan sebagai awal syukur umat Hindu di Bali atas kemenangan Dharma melawan Adharma. Ini saatnya kamu boleh bersenang-senang, tetapi sebelum berpesta pora, haturkan dulu untuk para leluhur atau kepada para Dewa. Baru deh setelah itu kamu dapat menikmatinya bareng keluarga tercinta.
Keeseokan harinya langsung bisa melangsungkan persembahyangan ke Pura dan pada Manis Galungan, siap-siap kamu bisa berpergian bersam teman-teman kamu atau ada juga beberapa Desa yang melaksanakan upacara adat saat Manis Galungan. Gimana, masih percaya sama mitos? Balik ke diri-sendiri aja deh percaya atu tidak.
Politik agama dari dulu emang sudah ada
Dalam penjelasan cerita diatas, dapat kamu lihat kalau politik itu sudah ada sejak jaman dahulu kala. Mungkin jaman dulu bukan politik namanya, tetapi pemahamannya sama aja dengan politik, yaitu berusaha memperoleh kekuasaan dengan berbagai cara. Masalah perbedaan pemujaan juga menjadi salah satu pemicu konflik di Bali jaman dahulu.
Apa kamu merasa kalau di Indonesia sekarang seperti itu? Percuma dong para Pahwalan bikin semboyan Bhineka Tunggal Ika, biar kamu tidak dibutakan sama paham agama, suku, maupun ras.
Setiap orang juga memiliki caranya sendiri untuk dekat dengan Tuhan. Ini sama halnya dengan kaum Waisnawa dengan Siwa Sidanta masalah soal paham kepercayaan dan persembahan kepada Tuhan.
Oleh karena itu, Mpu Kuturan bikin konsep Tri Murti, biar semuanya bersatu dan tidak saling fanatik soal pemahaman. Bali dalam cerita ini, ternyata pernah mengalami sebuah gejolak pemahaman ya. Tapi akhirnya semuanya bisa bersatu dalam satu pemahaman hingga sekarang. Ingat, kalau kamu membuka diri dan terbuka, ilmu yang bakalan kamu dapat akan jauh lebih luar biasa dari hari ini, jadi berhentilah membangga-banggakan siapa keluarga kamu dan darimana kamu berasal.
Intinya semua sama dimata Tuhan dan masalah pemujaan atau persembahan itu kembali dari keikhlasan diri sendiri. Yang penting tulus ikhlas, maka semua persembahan kamu akan diterima dengan baik oleh Yang Maha Kuasa.
Selamat Galungan dan mari saling berbagi kepada sesama manusia meskipun beda agama.