Siapa nih yang kmaren dapet sms dari KominfoBMKG? Sampek-sampek bikin heboh gara-gara ada pemberitahuan tentang gempa yang bakal terjadi pada tanggal 4 Juni 2021. Ini mohon maaf aja yak, Mz panik! Panik banget tau nggak! Untungnya ini cuman salah sistem, jadi ini nggak beneran ya guys. Mari kita doa bareng-bareng biar beneran nggak kejadian. Entah gimana ceritanya Mz jadi keinget bencana alam (gunung meletus) tahun 1963, untuk mengenang kembali Mz bakal bahas empat bencana terbesar yang pernah terjadi di Bali. Semoga kita semua di bawah lindungan-Nya dan baik-baik aja yak, Amin.

Tanggal 22 November 1815, Terjadi Gejer Bali dan Dampak Paling Parah di Buleleng
Kita mulai bahas dari tahun 1815 yak, yang lebih tepatnya terjadi pada tanggal 22 November. Waktu itu ada gempa Bali atau yang disebut dengan Gējēr Bali karena seluruh Pulau Bali mēgējēran alias bergetar. Bermagnitudo 7,0, bencana ini berlanjut dengan susulan tsunami yang menelan korban jiwa sampek ribuan orang. Mungkin pada tahun segitu, ini salah satu bencana terbesar yang pernah ada di gumi (tanah) Bali.

Kejadiannya ini pas tengah malem, saking kuatnya getaran saat itu, ini ngebuat pegunungan yang ada di Singaraja, Ibu kota Buleleng retak dan longsor. Longsoran ini lah yang menyumbang sebagian besar korban jiwa tadi, bahkan sampek menembus 10 ribu lebih. Katanya banyak juga pejabat dari kerajaan turut jadi korbannya. Belum lagi susulan tsunami (waktu itu istilah ini belum diketahui warga Bali) yang nerjang daratan, ini juga nyumbang sebanyak 1.200 orang sebagai korban. Karena bencana alamnya yang datang bertubi-tubi, makanya nggak heran gējēr Bali 1815 makan banyak korban jiwa.
Pusatnya ini kan diperkirakan di laut sebelah utara Kerajaan Buleleng di Bali Utara. Tapi, getarannya ini berasa nyampek ke Lombok, Surabaya, bahkan sampek ke Bima. Cuman emang paling parah terjadi di Singaraja. Tapi kalau dipikir-pikir ya, waktu itu kan masih sistem pemerintahan kerajaan jadinya data-data korban bisa aja nggak terdata dengan baik, kemungkinan aja korbannya lebih banyak ‘kan. Tepat 200 tahun setelahnya, dilaksanain diskusi serta peringatan di Puri Kanginan Singaraja (saksi gējēr Bali) dengan ngajak beberapa tokoh yang tahu menahu tentang kejadian sama apa yang terjadi setelahnya.

Tanggal 21 Januari 1917, Salah Satu Bencana Terbesar Karena Terjadi Gempa, Tanah Longsor dan Ribuan Orang Meninggal

Hampir sama, gējēr Bali atau geger Bali 1917 ini juga terjadi gempa dan tanah longsor. Bedanya, ini terjadi pada pagi hari sekitar jam 06.50. Berlangsung selama 50 detik, dampak yang diakibatkan ini nggak main-main. Rumah, puri hingga ribuan pura mengalami kerusakan yang bisa dibilang cukup berat. Beberapa daerah yang ngalamin kerusakan ini diantaranya Denpasar, Tabanan, Gianyar dan Klungkung. Pokoknya yang kena dampaknya itu daerah bagian selatan, sebelah barat Gunung Batur dan daerah bagian utara Bali. Bermagnitudo 6,6, gempa ini terasa sampai ke Bondowoso dan Lombok.

Menurut catatan teknologi wiechert seismograf yang ada di Batavia, pusat gempanya ini berada di laut tenggara Bali, jadi Gunung Batur bukan penyebab dibaliknya. Gempa ini juga nyebabin longsor yang ngubur ribuan rumah dan penghuni didalamnya. Bahkan longsor ini disebut-sebut penyumbang 80% dari banyaknya korban yang berjatuhan. Dikatakan ada 1.350 korban meninggal dan seribu lebih lainnya mengalami luka-luka.
Nggak cuman sampek situ, ada banyak jalan, bendungan dan saluran air jebol gitu lho. Secara nggak langsung ini ngebawa arus lumpur yang besar banget dan ngehancurin pertanian. Ya, pastinya ini bikin petani gagal panen. Seorang penulis bernama Henk Schulte Nordholt dalam bukunya berjudul The Spell of Power bilang kalau harga beras naik sampai lebih dari empat ratus persen antara tahun 1917 sampai 1919. Terus bencana selanjutnya berlanjut dengan mewabahnya influenza pada tahun 1918 yang akhirnya menelan korban jiwa hingga puluhan ribu orang. Pada tahun 1919, lahan pertanian di Bali selatan diserang sama hama tikus. Bener-bener bencana terbesar yang mematikan.

Tahun 1963, Dahsyatnya Letusan Gunung Agung yang Berlangsung Selama Setahun
Dari semua bencana alam yang pernah terjadi, meletusnya Gunung Agung selalu jadi topik pembahasan yang nggak bakal habis buat dibahas. Gimana detik-detik Gunung Agung meletus, masyarakat yang dilanda rasa takut dan panik, apalagi saat itu lagi berlangsung acara Eka Dasa Rudra (upacara yang dilaksanakan setiap 100 tahun sekali di Pura Besakih) yang bikin para umat Hindu saat itu kebingungan antara harus ngungsi atau tetep ngelaksanain acara tersebut.

Sebenarnya peristiwa meletus tahun 1963 ini adalah yang keempat tapi yang paling besar dampaknya. Gunung Agung pertama kali meletus pada abad ke-17 atau lebih tepatnya pada tahun 1808. Kemudian berlanjut pada tahun 1821 dan 1843. Abis itu nggak ada tanda-tanda lagi nih dari Gunung Agung, bahkan banyak orang beranggapan udah nggak aktif lagi. Eh ternyata dugaan itu salah, 120 tahun kemudian Gunung Agung meletus lagi bahkan dampaknya sampek ke seluruh Bali dan beberapa wilayah di Indonesia. Sampek-sampek nih ya guys, abu letusannya itu ngenain Surabaya dan Madura, Ibu Kota Jakarta juga kena dampaknya, secara nggak langsung ini ngebuat banyak sekolah harus terpaksa ditutup.
Eka Dasa Rudra kan dilaksanain pas Bulan Maret (selama sebulan penuh), jadi dari tiga bulan sebelumnya itu Gunung Agung kayak udah ngasik sinyal kalau doi mau meletus. Pas tanggal 18 Februari 1963 (erupsi pertama), terdengar ada suara dentuman keras gitu lho dan besoknya muncul gumpalan asap sama bau gas belerang. Erupsi kedua terjadi pada tanggal 17 Maret 1963 yang jadi salah satu puncak erupsi. Awan letusannya udah tinggi banget, terus dentuman keras rata-rata terdengar setiap lima detik sekali. Awan panasnya turun bergumpal-gumpal gitu menuju beberapa sungai dan terjadi lahar hujan terus ngepulin asap putih.
Kemudian erupsi ketiga terjadi pada tanggal 16 Mei 1963. Mulai keliatan lagi nih Gunung Agung beraktivitas kembali. Cuman katanya kekuatan letusan yang kedua nggak bakal separah yang pertama. Awan letusannya kali ini mencapai 10.000 meter di atas puncak terus disusul sama hujan lapili (batu kecil) selama beberapa jam.

Aktivitas ini berlanjut sampai Januari 1964. Dan akhirnya pada tanggal 27 Januari 1964, aktivitas Gunung Agung udah berhenti. Tanggal 15 Maret 1964 baru deh mulai dipulihkan buat kerusakan-kerusakan yang diakibatin sama letusannya. Desa-desa, kontruksi, ribuan rumah hancur seketika karena terjangan lahar, awan panas dan piroklastik (terbentuk dari material vulkanik). Belum lagi ribuan korban berjatuhan akibat tiga terjangan tadi, banyak orang yang kelihangan anggota keluarga dan tempat tinggalnya.
Ada yang menarik nih guys, katanya sepanjang erupsi Gunung Agung, Pura Besakih yang letaknya di lereng gunung itu nggak ngalamin kerusakan parah. Malahan yang letaknya paling rendah alias paling bawah yang paling parah. Katanya orang-orang yang bersikeras buat ngelaksanain acara Eka Dasa Rudra semuanya selamat. Ini jadi salah satu misteri yang dianggap mistis dan belum bisa dipastiin penyebabnya sampek sekarang.

Bencana Terbesar di Seririt, Memakan Banyak Korban Hingga Dikunjungi Presiden Soeharto

Gempa bumi juga pernah terjadi Seririt, Buleleng pada tanggal 14 Juli 1976. Ini juga salah satu bencana terbesar yang ngakibatin 559 orang tewas, 850 orang mengalami luka berat dan 3.200 orang mengalami luka ringan. 90% rumah-rumah yang ada di Seririt dan gedung sekolah rusak parah hingga nyebabin 200 siswa terjebak. Rumah-rumah yang ada di Tabanan dan Jembrana juga hancur hingga 75%. Bisa dibilang waktu itu Kecamatan Seririt ngalamin kehancuran total.
Bermagnitudo 6,5, gempa Bali ini juga secara nggak langsung bikin ratusan ribu orang jadi tunawisma. Ngeliat hal ini Singapura ngirimin 20 personel tenaga medis ke Bali pada tanggal 27 Juli 1976. Timnya ini dipimpin oleh MAJ (Dr) Winston Koh yang ngebawa 3.500 kg pasokan medis dan peralatan. Setelah mereka tiba di Bali, dibangunlah base camp di Kota Seririt. Nggak sendiri, tim medis ini juga bekerja sama dengan tim medis lain dari Bulan Sabit Merah Indonesia dan beberapa universitas yang ada di Indonesia. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1976, tim medis dari Singapura ini kembali ke negara asalnya setelah ngerawat 3.000 pasien korban gempa Seririt dan sekitarnya. Betapa berjasanya para tenaga medis saat itu ya, salut!
Bapak Soeharto yang sedang menjabat jadi presiden di tahun itu juga datang berkunjung untuk ngeliat secara langsung gimana lokasi kejadian. Beragam bantuan juga datang dari Australia, pokoknya waktu itu gempa yang satu ini jadi perhatian serius dari pemerintah pusat dan negara lainnya.

Aduh sebenernya Mz nulis ini sambil ngeri sendiri guys, merinding sumpah. Mz berharap banget nih bencana alam yang kayak di atas nggak terulang lagi, semoga kita semua sehat dan selamat selalu dimanapun berada yak. Kita yang selalu mikir alam diem-diem aja kita injek, padahal punya waktunya tersendiri untuk ngelakuin hal yang sama. Makanya kita selalu disuruh éling (ingat) dimana kita berpijak dan menghomati alam. Untuk para korban yang tiada semoga sudah tenang di dunianya dan orang-orang yang ditinggalkan juga ikhlas, Amin.
Leave a Reply