Anak Bali di jaman sekarang mungkin beberapa udah ga tahu ya soal beberapa kebudayaan klasik Bali Kuno sebelum Indonesia merdeka. Maklum jaman dulu, raja-raja masih berkuasa dan mereka yang bikin aturan gitu untuk memerintah rakyatnya. Tapi masyarakat tetap menghormati sang raja.
Kali ini salah satu budaya unik yang pas banget buat dibongkar adalah budaya Hukum Tawan Karang. Pasti kamu bertanya-tanya, kok ada kepikiran bikin hukum kayak gitu ya? Namanya juga raja, jadi sah-sah aja bikin aturan seperti apa, karena balik lagi, mereka yang sang penguasa di Bali.
Hukum Tawan Karang, hak istimewa sang raja
Jadi asal kamu tahu, berdasarkan sejarahnegara.com pada abad ke-19 di Bali banyak terdapat kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri. Raja-raja di Bali membuat kesepakatan hukum adat yang disebut Tawan Karang. Hukum ini berlaku apabila tiap kapal asing yang terdampar, kapal beserta isinya menjadi hak milik penguasa Bali atau sang raja.
Enak banget dah jadi raja jaman dulu, tapi akibat Belanda datang ke Bali tahun 1844 mulai ada sedikit bau-bau ga sedap soal hukum ini. Belanda ga setuju kalo kapalnya dirampas tepatnya di Pantai Sangsit yang termasuk wilayah Kerajaan Buleleng.
Belanda ga terima pokoknya dan mencoba berunding dengan Raja Buleleng I Gusti Ngurah Made dengan mengirim asisten residen dari Banyuwangi yang bernama Ravia de Lignij untuk membuat perjanjian penghapusan hukum Tawan Karang dan pengakuan terhadap kekuasaan Belanda.
Pembatalan kesepakatan dan pecahnya perang Puputan
Perundingannya ga berjalan mulus, karena I Gusti Ngurah Made dan Patih I Gusti Jelantik Gungsir menolak tawaran dari Belanda. Dari situ Belanda ga terima dan Belanda mengirimkan pasukan sebanyak 3 kali, yaitu tahun 1846, 1848, dan 1849.
Pada tahun 1849, rakyat Bali di bawah pimpinan I Gusti Jelantik melakukan perang puputan (habis-habisan). Tahun 1906, Belanda menyerang dan menguasai Kerajaan Badung yang masih melaksanakan hukum adat Tawan Karang. Raja dan rakyat Kerajaan Badung yang berpakaian serba putih dengan menggunakan senjata seadanya melakukan pertempuran habis-habisan melawan Belanda.
Sampai sekarang sejarah itu masih melekat di hati dan pikiran masyarakat Bali, gimana menggilanya perang Puputan. Jangan pernah lupa jasa-jasa mereka dalam mempertahankan tanah Bali dan sekarang giliran kamu berjuang dengan segala kreativitas untuk mengharumkan tradisi dan budaya Bali.
Leave a Reply