Negara kita, Indonesia, memang kaya akan tradisi dan budayanya. Nggak usah jauh-jauh deh, untuk di Bali aja ada banyak banget budaya-budaya khas daerahnya. Nah, budaya inilah yang menjadi daya tersendiri bagi pelaksana dan penikmatnya.
Ada salah satu tradisi yang sudah ada sejak tahun 1970-an di Desa Adat Kapal yang bernama Perang Ketupat. Perang ini nggak se-chaos perang dunia atau perang yang sampai menimbulkan banyak korban, tapi lebih ke ekspresi atau ungkapan rasa syukur terhadap Sang Maha Pencipta atas segala keberkahan yang dilimpahkan.

Namanya Juga Perang Ketupat, Jadi Perang Yang Dipersenjatai Dengan Ketupat
Tetap bersenjata tapi bukan pedang atau pistol, melainkan ketupat. Karena Perang di sini bukan berarti berkelahi karena rasa permusuhan, tetapi merupakan sebuah tradisi untuk menunjukkan rasa syukur, seperti yang sudah Mz sebutkan di atas.
Sebelum tradisi ini dimulai, warga Desa Kapal akan melakukan persembahyangan bersama terlebih dahulu di pura setempat, yang dipimpin oleh seorang pemangku agama.
Setelah selesai sembahyang, pemangku akan memercikan tirta atau air suci kepada para warga, dengan tujuan agar selama prosesi berlangsung tidak ada gangguan atau hambatan, sehingga dapat berjalan lancar. Biar nggak rusuh gitu deh. Trus warga yang telah siap dengan ketupatnya masing-masing dikumpulkan untuk saling melempar ketupat.
Siap? Lempar!

Setelah saling lempar ketupat kurang lebih 30 menit, perang ini pun berakhir dengan tawa dan jabat tangan antar warga yang sebelumnya saling melancarkan lemparan ketupat. Kalau udah damai, ngapain aja enak.