Oke, kali ini Mz akan menjelaskan tentang Perang Puputan lagi. Ada yang tahu nggak? Jadi selain Perang Puputan dari Kerajaan Klungkung yang sangat melegenda, sekarang kita akan mengintip sejarah Perang Puputan Badung tahun 1906 yang nggak kalah fenomenalnya. Mz jelasin secara singkat saja ya!

Diawali dengan Berdirinya Kerajaan Badung
Diawali dengan berkuasanya Kerajaan Majapahit di Samprangan (Gianyar) pada tahun 1343. Ini dibawah pimpinannya Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan dan punya seorang putra bernama I Dewa Anom Pemayun. Tanpa alasan yang jelas, digantilah namanya menjadi Sira Arya Benculuk Tegeh Kori. Katanya mereka juga keturunan Kerajaan Gelgel (ada setelah Majapahit), makanya di namanya ada kata Dalem.
Menurut cerita rakyat, Sira Arya Benculuk Tegeh Kori ini melakukan perjalanan panjang ke Pura Ulun Danu Batur. Disana ia memohon kepada Ida Betari Ulun Danu Batur diberikan berkat agar suatu saat nanti bisa menjadi seseorang yang berwibawa dan dihargai oleh rakyatnya. Ketika sudah dikabulkan, ia diminta untuk pergi ke arah barat daya (Gumi Badeng) tepatnya di Tonjaya. Wilayah tersebut sudah dihuni oleh empat bersaudara yang bernama Ki Bendesa, Ki Pasek Kabayan, Ki Ngukuhin dan Ki Tangkas. Setelah itu, sesuai inisiatif empat bersaudara ini akhirnya dirembugin barenglah dan memutuskan bahwa Sira Arya Benculuk Tegeh Kori ini sebagai penguasa daerah tersebut.

Dengan bantuan para warga, dibangunlah sebuah istana untuk Sira Arya Benculuk Tegeh Kori yang dinamakan Puri Benculuk dan ditetapkan nama wilayahnya itu Badung (diambil dari kata Badeng). Akhirnya ia mendatangkan penguasa Bali, yang lain dan tak bukan adalah ayahnya sendiri, semacam ngelapor kalau ia sudah berhasil jadi penguasa Badung pertama. Ia diberi gelar Dalem Benculuk Tegeh Kori oleh ayahnya. Dibawah kekuasaan Kerajaan Gelgel, ia membangun Puri Ksatriya dan Puri Tegal Agung. Diperkirakan masa pemerintahan Tegeh Kori ini sampai ke keturunannya dimulai dari tahun 1360 hingga 1750.
Pada akhir abad ke-18, kekuasaan Puri Ksatriya jatuh ke tangan Kyai Ngurah Made karena kondisi Puri yang sudah rusak berat akibat perang perebutan kekuasaan. Jadi dibangun lagi puri baru yang terletak di Tetaman Den-Pasar (Den-Pasar artinya Utara Pasar) dan pada tahun 1788, Puri Agung Denpasar secara resmi digunakan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Badung. Dari sinilah Kerajaan Badung mulai diakui keberadaannya (tahun 1788 hingga 1950) dan dibawah kekuasaan Kyai Ngurah Made atau I Gusti Ngurah Made Pemecutan.

Tapi ada juga nih sumber yang menyatakan bahwa tahun 1750 (tahun terakhir Pemerintahan Tegeh Kori) itu ada perang saudara atau dengan nama lain Uwug Keraton yang mengakibatkan Badung dan seluruh isinya diambil alih oleh Dinasti Jambe dan diturunkan ke Dinasti Pemecutan.
Jadi gini, penguasa Badung dari Dinasti Jambe waktu itu namanya Kyai Anglurah Aji Jambe Ksatriya. Terus ia bisa dikalahkan sama Kyai Agung Ngurah Rai dari Puri Kaleran Kawan (dari Dinasti Pemecutan). ‘Kan sudah berhasil merebut kekuasaan Badung, Kyai Agung Ngurah Rai memberikan kekuasaannya ini ke kakaknya yang bernama Kyai Agung Made Ngurah dan digelari Gusti Ngurah Made Pemecutan. Sungguh adik yang baik.
Awal Mula Perselisihan Kerajaan Badung dan Belanda
Jadi ini semua berawal dari tahun 1904, tepatnya pada tanggal 27 Mei. Ada salah satu kapal yang dimiliki oleh Kwee Tek Tjiang alias pedagang Tionghoa asal Banjarmasin. Nama kapalnya ‘Sri Komala’ dan berbendera Belanda. Eh tiba-tiba kapalnya kecelakaan, dengan panik para penumpang Sri Komala menyelamatkan barang-barang yang ada di kapal. Ya, seperti peti kayu, seng sama koper kulit. Nah, ketika semuanya sudah diturunkan, nahkoda juga sudah minta bantuan untuk jagain barang-barang ke syahbandar Sanur. Jadi anggapannya sudah aman ya.

Terus ada nih seorang warga Cina yang tinggal di Sanur nyaranin untuk melaporkan hal ini dan minta bantuan untuk ngamanin barang-barang tersebut. Dilaporinnya ke siapa? Iyak! Ke Raja Badung. Terus datang ‘kan mereka bertiga nih (Kwee Tek Tjiang, nahkoda yang ditemenin sama Sik Bo) bilang kalau mereka mau nitip barang-barangnya sebentar seperti gula pasir, minyak tanah dan terasi. Untuk memastikan, utusan Raja Badung datang ke tepi pantai dan ternyata hal tersebut benar. Setelah itu ada tambahan roti kering sama sedikit uang képéng. Diingat ya, ada sebelas orang pekerja yang membantu proses pengamanan barang-barang ini.
Dua hari berikutnya, utusan Raja Badung balik lagi untuk ngecek perahu yang terdampar. Nah, disini nih kelicikan Kwee Tek Tjiang dimulai. Ia bilang ke utusan Raja kalau uangnya hilang sebanyak 3700 ringgit uang perak dan 2300 uang képéng. Terus bagian paling menyebalkannya adalah dia nuduh rakyat Bali yang nyuri, padahal ‘kan itu bohong!
Perang Puputan Jadi Final Opsi Membela Kerajaan
Berita ini sampai ke pihak Kolonial Belanda, Gubernur Jenderal Yohannes Benedictus van Heutsz yang waktu itu sebagai Jenderal di Batavia sangat berambisi untuk menaklukan seluruh Hindia Belanda. Residen J. Eschbach datang ke Badung dan menemui Raja I Gusti Ngurah Made Agung terus ketika dia mau balik, diberikanlah surat yang sebenarnya berisi ultimatum alias ancaman untuk bayar ganti rugi dan paling lambat dibayarkan pada tanggal 5 Januari 1905.
Sampai pada hari terakhir untuk bayar ganti rugi, Raja Badung tetap nggak mau bayar dan membalas surat itu pada tanggal 10 Februari 1905. Raja Badung menegaskan bahwa Kerajaan Badung sekali lagi nggak mau bayar ganti rugi dan meminta Belanda berhenti untuk memblokade perairan Badung yang secara nggak langsung membuat ekonomi tersendat serta rakyat yang sengsara akibat nggak bisa melaut. Jadi, seharusnya bukan Kerajaan Badung yang bayar ganti rugi, tapi Belanda yang harus bayar sebesar 1500 ringgit atau kira-kira 3750 gulden.
Belanda nggak mau lah dan tetep ngelakuin blokade perairan selama 2 bulan lamanya. Ngelihat hal ini, rakyat, pedagang Tionghoa dan Bugis yang tinggal di Badung rame-rame ngedatengin Raja Badung dan bilang mereka bisa ngumpulin uang dan bayar ganti rugi. Jadi mikirnya nggak bisa gini terus, mending bayar ganti rugi terus Belanda stop blokade daripada mereka sama sekali nggak bisa ngapain-ngapain yang bikin mereka rugi besar. Raja Badung ngerti kok sama pendapat rakyatnya, cuman ya beliau tetep kekeh nggak mau bayar uang ganti rugi. Wong mereka nggak salah!
Setelah melewati proses yang sangat panjang, pada tanggal 15 September 1906 ribuan pasukan Badung menyerang bivak pasukan Hindia Belanda di pabean Sanur dan mengepung mereka. Jadi bisa dibilang ini adalah pertempuran pertama yang dilakukan Kerajaan Badung terhadap Belanda.

Belanda nyerang pasukan Badung dengan menembakkan wilayah sekitar sampai tanggal 16 September 1906. Di tanggal yang sama, panglima Belanda melakukan patrol di sekitar desa Sesetan dan Panjer. Tanggal 16 Desember 1906 ini benar-benar membuat Belanda kewalahan dengan penyerangan pasukan Badung. Akhirnya tanggal 17 Desember 1906, mereka memutuskan untuk diam di benteng yang ada di Sanur untuk menyusun taktik baru dalam menyerang Kerajaan Badung.
Tanggal 19 Desember 1906, Belanda menyerbu Kota Denpasar. Pasukan bergerak ke Utara dengan tujuan pertamanya yaitu Desa Kesiman. Ketika sampai di Desa Tukad Ayung, Belanda diserang menggunakan meriam sederhana oleh pasukan Badung. Karena terlalu sederhana, ya itu nggak bikin kerugian apa-apa bagi pasukan Hindia Belanda.
Sampai puncaknya, tanggal 20 September 1906 pasukan Badung menyerang habis-habisan Belanda sebisa mereka. Semua pasukan Badung termasuk raja tewas di medan perang. Puri-puri rusak berat dan wilayah Badung seluruhnya jatuh ke tangan Belanda. Mayat-mayat jatuh saling menimpa dengan luka yang nggak bisa diutarain lewat kata-kata lagi. Pakaian putih mereka juga sudah basah dengan darah. Yang ikut perang waktu itu nggak hanya pria dewasa saja tapi wanita dan anak-anak juga. Semangat mereka yang ingin mempertahankan Bali ini bener-bener harus diacungi jempol.
Lapangan Puputan Badung yang terletak di Denpasar ini, katanya tempat para pasukan Badung melawan pasukan Hindia Belanda. Disana kalian bisa menemukan patung dan monumen yang berkaitan dengan Kerajaan Badung. Untuk kalian yang ingin hangout sekalian olahraga sama temen-temen sangat cocok untuk datang kesini. Kalau lapar? Bisa beli saja di dagang-dagang yang jualan disana. Walaupun singkat, semoga bisa menambah pengetahuan kita tentang sejarah yang ada di Bali. Jangan bosan sama sejarah!