Sosok yang akan selalu kita ingat sepanjang masa gara-gara sudah berjasa mewakili rasa sakitnya patah hati, ya siapa lagi kalau bukan Didi Prasetyo alias Didi Kempot. Lewat lagunya yang berasal dari Tembang Jawa Campursari, The Godfather of Broken Heart ini mengajak kita yang tengah patah hati, ya dijogetin saja. Pokoknya dibawa santai!

Kita sebagai Sobat Ambyar pasti akan sangat rindu dengan sosoknya. Selain terkenal karena lagu patah hatinya, Didi Kempot juga dikenal sangat baik dan nggak pernah sombong.
Mungkin karena pernah mengalami masa sulit, Didi Kempot tetap rendah hati dan nggak pernah neko-neko. Terima kasih ya Lord Didi, sudah pernah ambyar bersama kami.

Btw, Tembang Jawa ada kembarannya. Ya hampir-hampir miriplah, cuma beda bahasa saja apalagi kalau bukan Tembang Bali.
Sekar Rare alias Gegendingan
Sekar dan Gegendingan ini sama saja artinya dengan lagu-lagu. Bisa dibilang tembang dengan jenis yang satu ini sudah sangat lama. Gending Rare biasanya dinyanyikan oleh anak-anak, semacam lagu yang meluapkan rasa senang. Contohnya seperti lagu Meong-meong, Juru Pencar, Ratu Anom, Goak Maling dan lainnya.
Gending Janger biasanya dibawakan oleh penari janger dan kecak. Karena mengikuti zaman, jadi dirubah menyesuaikan tema yang ada. Semacam mengikuti perkembangan zaman, contohnya seperti lagu Mejangeran dan Don Dapdape.

Lagi satu, ada Gending Sang Hyang yang khusus untuk mengiringi tari Sang Hyang. Jadi lagu ini dimaksudkan untuk mengundang Dewata (dewa dewi) datang terus merasuki penari Sang Hyang. Karena saking sakralnya, cuma boleh ditarikan oleh anak-anak saja yang tonden menek bajang alias yang belum puber. Contohnya seperti Tari Sang Hyang Dedari dan Sang Hyang Jaran.

Sekar Alit yang Punya Belasan Pupuh
Bisa disebut tembang macapat, pupuh dan geguritan. Terus ada semacam aturan padalingsa (jumlah kalimat dalam satu bait), guru wilangan (jumlah suku kata dalam satu kalimat), dan guru dingdong (huruf vokal di akhir suku kata tiap baris).

Pupuh ini ada belasan, tapi yang paling terkenal adalah Pupuh Maskumambang, Pucung, Ginada, Ginanti dan Mijil. Yang pastinya punya makna tersendiri di setiap pupuh-nya.
Sekar Madya yang Harus Bersuara Merdu
Tembang ini isinya seperti pujian-pujian yang ditujukan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Karena dinyanyikan saat upacara keagamaan, jadinya dianggap suci. Isi lagunya juga menyesuaikan dengan upacara yang tengah berlangsung.

Ada bagian Pengawit (pembuka), Pengawak (bagian tengah alias utama), Pemawak (yang bagian pendek), dan Penawa (yang bagian panjang). Biasanya dinyanyikan ramai-ramai dan harus bersuara merdu juga supaya yang mendengar semakin tenang untuk mngikuti upacaranya. Contohnya seperti Kidung Tantri dan Wargasari.
Sama halnya dengan Sekar Alit, mekidung yang masuk ke dalam tembang ini juga diadakan lomba. Bahkan jadi mata pelajaran di sekolah-sekolah yang ada di Bali. Ya, seenggaknya supaya tahu saja. Kalau ada niat diri untuk mengembangkannya akan lebih bagus lagi, ‘kan sekaligus bisa melestarikan juga.
Kembaran Tembang Jawa yang Terakhir
Namanya Sekar Agung. Yang masuk jenis tembang ini adalah Kekawin dan Palawakya. Ada ajaran-ajaran agamanya juga, terkadang syairnya kebanyakan dari Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno yang udah disesuaikan. Biasanya juga dinyanyikan saat upacara keagamaan atau sejenisnya.
Karena ada uger-uger (aturan), menyanyikannya nggak boleh sembarangan. Semua harus sesuai aturan dan harus dinyanyikan sebaik mungkin. Contoh dari Kekawin seperti Kekawin Ramayana dan Arjuna Wiwaha, kalau Palawakya biasanya berpatokan dengan Sloka. Jadi terjemahan sloka-nya akan dibaca menggunakan irama tertentu.
Semoga nambah-nambah info ya. Kalau ingin melestarikan budaya kita, bisa diasah dari sekarang. Siapa tahu bisa seperti Didi Kempot yang bisa eksis dan melestarikan budaya sekaligus. ‘Kan keren!