Kalian tau kisah Jayaprana gak? Kisah yang selalu dikaitkan dengan Pulaki. Urban legend yang terkenal di kalangan masyarakat Bali ini diyakini memang benar-benar terjadi karena ada kuburannya yang berlokasi di daerah Pulaki. Selain makam Jayaprana, ada salah satu pura yang terkenal, namanya Pura Pulaki dan menjadi salah satu destinasi wisata spiritual.
Pura Pulaki terletak di pesisir pantai Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgrak, di tepi jalan Singaraja – Gilimanuk sekitar 53,5 Km dari kota Singaraja. Daya tarik pura ini adalah lokasi dan lingkungan Pura. Bukit terjal yang berbatu dan kering serta laut membentang di depannya dan bukit tidak jauh di sebelah baratnya yang berbentuk tanjung kecil memberikan suasana yang sangat menarik, terlebuh keberadaan kera-kera yang hidup di sekitar Pura ini, menambah daya tarik yang disajikan oleh destinasi wisata yang satu ini. Di sini, diketahui memiliki sejumlah sumber mata air tawar yang diperkirakan sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, sehingga diperkirakan Pura Pulaki sudah ada sejak jaman prasejarah, dan termasuk dalam salah satu peninggalan Bali kuno.
Sebetulnya, sejarah Pura Pulaki memang tak bisa dijelaskan secara tepat. Namun, dari berbagai potongan data yang tertinggal, sejarah pura itu setidaknya bisa dirunut dari zaman prasejarah. Kisah berdirinya Pura Pulaki tidak terlepas dari sejarah perjalanan Dang Hyang Nirartha dari Blambangan (Jawa Timur) menuju Dalem Gelgel (Bali) pada masa pemerintahan Dalem Cri Waturenggong (1460-1550 M). Di kawasan Pura Pulaki, di sekitar Pura Melanting, sekitar 1987 ditemukan beberapa alat perkakas yang dibuat dari batu. Antara lain: berbentuk batu picisan, berbentuk kapak dan alat-alat dari batu lainnya. Berdasarkan hal itu dan jika dilihat dari tata letak maupun struktur pura, maka dapat diduga latar belakang pendirian Pura Pulaki awalnya berkaitaan dengan sarana pemujaan masyarakat prasejarah yang berbentuk bangunan berundak.
Data lain tentang Pulaki adalah ditemukannya potongan candi yang bentuknya seperti candi yang ada di Kerajaan Kediri. Ditemukan di Pura Belatungan tahun 1987. Dari data itu, maka kesimpulannya keberadaan Pura ini sebagai suatu tempat suci sudah ada sejak zaman prasejarah dan menghilang setelah kehadiran Dang Hyang Nirarta dengan peristiwa dipralinakannya Pura Pulaki sekitar 1489 Masehi.
Keberadaan Pura ini pernah menghilang dari penglihatan sekala dan daerah ini praktis kosong sejak tahun 1489 sampai sekitar tahun 1920 atau selama sekitar 431 tahun. Suatu daerah yang tak dihuni selama ini, sudah pasti menjadi hutan belantara dan hanya dihuni binatang buas, babi hutan, hariamau, banteng dan lain-lainnya. Kendati begitu, masyarakat Desa Kalisada dan beberapa desa di sekitarnya masih tetap setia ngaturang bhakti kepada Betara di Pulaki dengan naik perahu dari pantai Kalisada. Namun saat itu, Pura itu sudah tak ada lagi, sehingga pemujaannya dilakukan pada tumpukan batu yang ada di sekitar Pura yang lokasinya berada pada tempat sekarang ini. Untuk itu, masyarakat sekitar memperkirakan Pura Pulaki sebenarnya berada di dalam hutan, bukan di tempat yang sekarang ini. Lokasi pura yang sekarang diperkirakan sebagai tempat pengayatan (pemujaan dari jarak jauh) karena warga tak berani masuk ke dalam hutan mengingat tempat ini sudah dihuni binatang buas, sehingga tak mungkin ada orang yang berani masuk ke pedalaman. Jadi saat ‘tangkil’ ke Pura Pulaki, aura religius sangat terasa saat memasuki pura ini.
Ada yang perlu diperhatikan saat berkunjung ke pura ini, kalian harus berhati-hati dengan barang bawaan, jangan sampai menarik perhatian kera- kera yang ada di kawasan pura. Tapi tenang aja, disana ada guide lokal yang siap melayani kalian selama berkunjung ke pura Pulaki.