Kalau kamu sering jalan-jalan ke Bali mengunjungi tempat suci atau bangunan-bangunan yang penuh dengan ukiran Bali, pasti tidak asing lagi dengan sebuah wujud ukiran kepala raksasa lengkap dengan taring tajam, mata melotot, dan kedua tangan besar yang siap memangsa kamu.
Tenang cuman patung aja kok, jadi aman untuk dipantengin seharian. Ukiran ini bernama Karang Bhoma. Kesenian Bali memang tidak luput dari nuansa mistik atau pemaknaan dalam taksu Bali yang begitu sakral. Kisah ukiran Bhoma ini bakalan bikin kamu takjub akan sebuah kesenian ukiran Bali.
Dikutip dari Kalender Bali Bhoma konon adalah putra dari Dewa Wisnu dan Dewi Pertiwi. Ia lahir dari pertemuan Sang Dewa dan Sang Dewi dalam sebuah misi pemutaran Gunung Mandara atau Mandara Giri untuk mendapat Tirtha Amrita. Saat itu, Dewa Wisnu mendapat tugas untuk mencari pangkal dari lingga milik Dewa Siwa.
Guna memudahkan misinya, Dewa Wisnu mengubah wujud menjadi seekor babi hutan dan mulai melakukan penggalian di tanah. Nah, saat itulah ia bertemu dengan Dewi Pertiwi yang merupakan penguasa tanah. Dari pertemuan itu lahir Bhoma yang memiliki wujud menyeramkan. Sang Bhoma kemudian dikenal sebagai penguasa hutan belantara.
Karang Bhoma sosok pelindung dari hal-hal negatif

Kisah Bhoma ini diutarakan dalam Kakawin Bhomântaka atau Kakawin Bhomakawya yang berbahasa Jawa Kuno. Kakawin ini merupakan salah satu yang terpanjang dalam Sastra Jawa Kuno, yakni mencapai 1.492 bait. Banyak bener dah.
Makanya masyarakat di Bali mempercayai, kalau hutan adalah tempat yang angker dan kamu jangan sekali-sekali macam-macam di sini. Siap-siap aja berhadapan dengan penguasa d isana dan ketemu si Bhoma.
Terus apa fungsinya sih Bhoma ini ada dalam ukiran Bali?
Ukiran Bhoma ini bukan sebatas ukiran seni Bali aja, karena fungsinya adalah sebagai sebuah pelindung dari hal-hal negatif. Coba kamu perhatikan ukiran-ukiran Bali, setiap ada ukiran tumbuhannya selalu ada juga perwujudan dari Karang Bhoma ini.
Tidak sekedar ukiran saja, tetapi ukiran Bhoma ini juga di pasupati atau dihidupkan kekuatan magisnya agar dapat melindungi dari pengaruh negatif pada tempat-tempat suci.
Ukiran Bhoma juga merupakan salah satu simbol hubungan antara manusia dengan alam. Jadi, secara tidak langsung manusia di Bali tidak akan terlepas dari konsep Tri Hita Karana, dalam hal ini hubungan manusia dengan alam.
Karang Bhoma dalam pengaplikasiannya yang tidak boleh sembarangan

Kok di tempat suci aja nih, kenapa tidak di rumah aja? Berdasarkan penjelasan Dr. Drs. Ketut Sumadi, M.Par, Dosen IHDN Denpasar, Bhoma ini cuma boleh diaplikasikan di Pura atau tempat-tempat suci aja. Kenapa tidak boleh di rumah? Akibat kekuatan yang cukup besar hingga sampai ke dalam tempat suci, makanya sangat dilarang ada di rumah.
Kamu tahu sendiri kan tempat suci itu berbeda dengan rumah tempat kamu tinggal. Rumah juga berisikan hal-hal kotor yang selama ini tidak sengaja kamu lakukan. Kalau Bhoma dibikin di rumah kamu, udah pasti akan fatal akibatnya, karena bisa memakan diri kamu sendiri.
Karang Bhoma juga sebenarnya tidak boleh dijadikan sebagai dekorasi seremonial, contohnya dekorasi gapura upacara menikah misalnya, itu sebenarnya tidak boleh ada ukiran ini. Kamu tahu sendiri kan Bhoma sebagai salah satu simbol suci, selaku sosok penjaga dan penindak tegas orang-orang yang memiliki pikiran, perkataan, atau perbuatan negatif di tempat suci.