Fenomena ‘melukat’ kini mencuat pada kalangan artis di Indonesia. Tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Bali, ‘melukat’ mulai populer seiring banyaknya artis Indonesia yang mengikuti ritual tersebut, kemudian di-upload di media sosial. Para artis ini melakukan kegiatan melukat sebagai ‘self-healing’ mereka. Melukat adalah tradisi penyucian diri atau pembersihan diri dengan mandi menggunakan air suci. Walaupun kegiatan itu masuk dalam kegiatan ibadah agama Hindu, akan tetapi tidak ada larangan siapapun yang ingin ikut dalam ritual melukat, bahka termasuk yang non- Hindu. Konon, melukat bisa membersihkan jiwa dari hal negatif, kecemasan, bahkan mimpi buruk.
Di Bali, banyak terdapat tempat melukat, salah satunya adalah Pura Tirta Empul. Salah satu pura yang terletak Desa Manukaya, Tampaksiring, Gianyar ini terdapat mata air suci yang digunakan oleh masyarakat untuk melukat. Tapi bagaimanakah sejarah Pura Tirta Empul?
Sejarah Tirta Empul Super Epic!
Dalam Lontar Usana Bali dikisahkan bahwa Tirta Empul diciptakan oleh Bhatara Indra ketika ia sedang berperang dengan raja Mayanadenawa dari Bedahulu. Raja tersebut diceritakan amat sakti dan memiliki kemampuan dapat menghilang. Karena kesaktiannya tersebut, Mayanadenawa menganggap dirinya sebagai Tuhan, untuk alasan itulah kemudian Bhatara Indra memeranginya.
Pada sebuah pertempuran yang terjadi di sebuah daerah, Mayanadenawa dan pasukannya terdesak, kemudian mereka berjalan dengan telapak kaki miring, maka dari itu, daerah tempat pertempuran tersebut kemudian dinamakan Tampaksiring. Dalam keadaan terdesak, Mayanadenawa menciptakan sebuah mata air beracun (Yeh Cetik) untuk menghancurkan pasukan Bhatara Indra. Ternyata taktiknya berhasil, karena kelelahan akibat berperang terus-menerus, akhirnya banyak pasukan Bhatara Indra yang meminum Yeh Cetik.
Tak sedikit pasukan Bhatara Indra yang keracunan akibat meminum air beracun tersebut. Imbas dari taktik licik itu, kekuatan pasukan Bhatara Indra berkurang banyak. Untuk menangani masalahnya maka Bhatara Indra kemudian menancapkan senjata yang berbentuk umbul-umbul ke tanah. Seketika itu muncul mata air yang mengampul ke atas dari bekas tusukan senjata sang raja kahyangan tersebut. Setelah meminum mata air itu, pasukan Bhatara Indra dapat sembuh seperti sedia kala.
Berabad-abad kemudian mata air tersebut ditata dan disempurnakan menjadi sebuah taman air oleh raja Indrajaya Sigha Warmadewa pada tahun 882 çaka dan diberi nama “Tirta Ri Air Hampul” atau “Tirta Empul” yang berarti Pathirtaan yang mengepul.
Pura Tirta Empul dibangun disekililing sebuah sumber mata air yang besar pada 962 masehi selama wangsa Warmadewa oleh raja Sri Candrabhayasingha Warmadewa (dari abad ke-10 hingga ke-14). Pura dibagi menjadi 3 bagian; Jaba Pura (halaman depan), Jaba Tengah (halaman tengah) dan Jeroan (halaman dalam). Jaba Tengah terdiri dari 2 kolam dengan 30 pancuran yang diberi nama sebagai berikut: Pengelukatan, Pebersihan, dan Sudamala serta Pancuran Cetik (racun).
Ada bangunan megah di sisi kiri pura. Betul, itu adalah bangunan vila modern di atas bukit bernama Istana Tampaksiring. Bangunan itu dibangun untuk kunjungan Presiden Sukarno ke Bali pada tahun 1954, yang sekarang digunakan sebagai tempat istirahat bagi tamu-tamu kenegaraan yang penting.
Pengen healing? Yuk cobain melukat di Tirta Empul!