Kalau pas Galungan identik dengan Penjor dan sembahyang kemana-mana bareng keluarga, itu sudah biasa. Soalnya kali ini ada sebuah desa di Bali yang memiliki tradisi unik banget didalam merayakan Hari Suci Galungan. Bukannya sama aja Galungan dimana-mana? Bukan. Buktinya Desa Tenganan Peringsingan, Karangasem ini memiliki cara unik dalam merayakan Hari Suci Galungan tauuuuu~
Mereka sama sekali nggak masang Penjor sebagai simbol kemakmuran hingga nggak ada bikin lawar babi, tape, dll. Selow~
Wah kenapa nih beda banget desa ini ya? Namanya juga kepercayaan, jadi setiap wilayah tentu memiliki sebuah kepercayaan yang berbeda-beda dalam memaknai Hari Kemenangan Dharma melawan Adharma di Bali.
Biasanya, saat Galungan orang-orang akan mulai sibuk mempersiapkan berbagai jajan dan buah untuk dipersembahkan kepada Tuhan, baru kemudian dinikmati bersama-sama. Galungan juga diwarnai dengan tradisi ngelawar yang setelah itu juga akan dibagikan ke tetangga atau sanak saudara kamu.
Namun desa ini benar-benar berbeda dan menganggap kalau Hari Raya Galungan merupakan sebuah perayaan yang biasa-biasa saja. Ini bukan paham yang berlawanan dengan umat Hindu secara umum ya, tetapi ini salah satu dari bentuk keragaman budaya yang ada di Bali. Hingga sekarang tradisi ini tetap lestari dari generasi ke generasi.
Sembahyang sederhana saat Galungan sudah cukup
Buat yang belum pernah ke desa ini, Mz saranin wajib banget, karena ini menjadi salah satu daya tarik wisatawan dengan Perang Pandannya yang sudah lama terkenal. Menuju desa ini, kamu cukup menempuh waktu kira-kira 1 jam 30 menit dari Kota Denpasar.
Berdasarkan Merdeka terdapat Sekte Dewa Perang tepatnya yang condong merayakan Hari Raya Galungan dengan cara yang sangat sederhana. Malahan untuk acara yang meriahnya kamu bisa lihat saat perayaan Usabha atau Aci Sambah, yang jatuh pada bulan kelima dalam penanggalan kalender adat desa ini.
Saat Galungan, para warga desa hanya bersembahyang di Pura Anyar yang berlokasi di lereng bukit lengkap dengan sesajen untuk nanti dihaturkan di beberapa Pura, seperti Pura Bale Agung, Pura Ulun Swarga dan Pura Sembangan.
Hmmm…
Ternyata menurut pengakuan dari Kelian Adat Tenganan Pegringsingan, I Wayan Yasa menjelaskan kalau sebelum umat Hindu masuk ke Bali, di Tengangan sudah menganut Agama Hindu, namun lebih menyembah kepada Dewa Indra sebagai Dewa Perang.
Jadi inget God of War.
Nama Bantennya pun berbeda dengan umat Hindu pada umumnya, salah satunya Banten Unundan yang hanya terdiri dari lima jenis buah-buahan Bali seperti Jeruk Bali atau Jeruti, Pisang, Jeruk, dan beberapa jenis buah lainnya. Sebenarnya hampir sama sih dengan Gebogan saat Galungan, cuman berbeda cara pemanggilannya aja.
Memang nggak meriah seperti Galungan pada umumnya, tetapi inilah yang membuatnya menjadi unik, karena desa ini masih melestarikan pemahaman soal kepercayaan Sekte Dewa Perang yang pertama ada di Karangasem. Nggak ada yang salah soal pemujaan, selagi itu nggak bersifat radikal dan memaksa orang untuk mengikutinya.