Pakaian adat merupakan sebuah representasi ataupun simbol kebudayaan yang dimiliki tiap daerah. Dari Sabang sampai dengan Merauke punya ciri khas dari pakaian adatnya. Bali punya Mz? Udah dibilang dari Sabang sampai Meauke, jelas Bali termasuk di dalamnya toh.
Pada dasarnya, filosofi penggunakan baju adat Bali ini bersumber pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yaitu Tuhan yang dipercaya akan selalu memberikan positive vibe bagi umat Hindu. Tau konsep Tapak Dara (Swastika) nggak? Nah, ini dah dasar dari penggunaan pakaian adat Bali yang termasuk di dalam Tri Angga. Dewa Angga, dari leher sampai ke kepala. Manusa Angga, dari pusar sampai ke leher. Butha Angga, dari pusar sampai ke bawah. Ya, intinya semua ada jawabannya lah biar nggak kalau ditanya jawabannya “nak mule keto”.
Unsur Baju Adat Bali
Paling umum dan paling sering kamu menemukan Masyarakat Bali menggunakan pakaian adat adalah pada saat melakukan ibadah ke Pura. Nah, pakaian adat ke pura ini disebut dengan adat madya. Nggak terlalu mewah, tapi nggak terlalu sederhana. Pokoknya pas lah penggunaannya mulai dari ujung kepala sampai dengan ujung kaki. Nih tak kasi tau maknanya ya.
Kamen atau kain
Pertama pakai kamen dulu. Dililitnya dari kiri ke kanan ya. Kenapa gitu? Pemegang Dharma soalnya. Trus, tinggi kamennya sejengkal dari atas telapak kaki karena sebagai cowok tu kita yang menjani tugas sebagai penanggung jawab jadi biar langkahnya bisa panjang tapi harus tetep bisa liat tempat yang kita pijak.
Nah, kalau kamu terlalu tinggi pakai kamennya, misalnya sampe sejengkal di bawah lutut, nanti kamu di kira mau ngejuk celeng (nangkep babi) hehe…
Kancut
Di dalam KBBI, kancut artinya memang celana dalam, tapi di Bali beda lagi. Kancut yang dimaksud di sini adalah lelancingan. Kain yang dibentuk lancip hingga menyentuh tanah sebagai bentuk penghormatan untuk Ibu Pertiwi. Selain itu, kancut ini merupakan simbol dari kejantanan lho.
Saput atau Kampuh
Nah, karena pas sembahyang kamu nggak boleh nunjukin “simbol kejantanan pria”, ya ngerti lah ya, makanya kamu harus menutupinya dengan kampuh ini. Kurang lebih tingginya itu satu jengkal dari ujung kamen. Fungsi lain dari kampuh ini adalah sebagai tameng, biar bisa menghadang musuh dari luar.
Selendang Kecil atau Umpal
Next, kamu pakai umpal yang memiliki makna sebagai pengendalian diri dari hal-hal yang buruk atau negatif.
Nah, umpalnya nanti diikat dengan simpul hidup di sebelah kanan sebagai simbol pengendalian emosi dan persamaan. Umpalnya harus keliatan ya dikit soalnya ini simbol kesiapan untuk memegang teguh Dharma.
Baju atau Kwaca
Pada saat berkunjung ke pura, masyarakat Bali menunjukan rasa syukur dengan memperindah diri. Jadi, pada bagian baju sebenarnya nggak ada patokan yang pasti sih.
Udeng atau Destar
Secara umum, pemakaian udeng ini ada 3 tipe. Yang pertama itu udeng jejateran yang biasa digunakan untuk persembahyangan. Udeng ini menggunakan simpul hidup di depan, disela-sela mata, sebagai lambang cundamani atau mata ketiga dan pemusatan pikiran. Ujungnya ngadep ke atas soalnya kita mau ngasi penghormatan pada Sang Hyang Aji Akasa.
Kemudian ada udeng dara kepak (dipakai oleh raja), yang memiliki tambahan penutup kepala sebagai simbol pemimpin yang selalu melindungi masyarakatnya dan pemusatan kecerdasan.
Dan yang terakhir, Udeng beblatukan (dipakai oleh pemangku) yang nggak ada bebidakan, cuma ada penutup kepala dan simpulnya di belakang diikat ke bawah sebagai simbol lebih mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan diri sendiri.
Nah, kalau yang tadi buat cowok, sekarang baju adat Bali buat ceweknya nih.
Kamen
Yang ngebedain kamen cowok sama cewek itu di bagian lipatannya. Lipatan kamen cewek itu melingkar dari kanan ke kiri sesuai dengan konsep sakti. Cewek sebagai sakti punya tugas buat ngejaga biar si cowok nggak melenceng dari ajaran Dharma.
Bulang
Bulang ini punya fungsi sebagai penjaga rahim dan mengendalikan emosi, Brooo.
Kebaya dan Selendang
Selanjutnya mengenakan kebaya lalu mengikat selendang (senteng) menggunakan simpul hidup di bagian kiri. Artinya sebagai sakti dan mebraya. Perempuan memakai selendang diluar dan nggak tertutupi oleh baju. Tujuannya biar selalu siap membenahi laki-laki kalau melenceng dari ajaran Dharma.
Pepusungan
Sama seperti udeng, pepusungan juga ada 3 jenisnya. Yang pertama Pusung gonjer yaitu dibuat dengan cara rambut dilipat sebagian dan sisanya digerai. Pusung gonjer digunakan untuk perempuan yang masih lajang sebagai lambang kebebasan memilih dan dipilih pasangannya. Pusung gonjer juga sebagai simbol keindahan dan Tri Murti.
Kemudian ada Pusung Tagel yang biasanya untuk yang sudah menikah. Dan yang terakhir Pusung podgala/pusung kekupu yaitu cempaka putih dan cempaka kuning sebagai lambang Tri Murti.