Buat masyarakat Bali pasti sudah nggak asing dengan aksara Bali. Aksara tradisional ini dulunya ditulis di atas daun palem ental dan jadi penulisan sehari-hari masyarakat Bali di zaman dulu. Tapi aksara Bali asalnya dari mana ya?
Basic-nya adalah Huruf India

Kemunculan aksara Bali ini nggak lepas dari kedatangan orang-orang India yang menganut agama Hindu ke Indonesia. Kedatangannya ini dipengaruhi oleh politik, agama, kebudayaan, perdagangan hingga politik perluasan koloni. Di budaya India, ada Kharosthi (aksara tertua) yang saat ini berkembang menjadi aksara Dewanegari (untuk menulis bahasa sansekerta di India bagian utara) dan Pallawa (untuk menulis bahasa Pallawa di India bagian selatan).
Keduanya masuk melalui Sriwijaya yang akhirnya akan sejalan dengan pengaruh perkembangan agama Hindu dan Buddha. Ketika sudah masuk ke nusantara, kedua aksara ini berkembang menjadi aksara Kawi. Nah, dari aksara Kawi berkembang lagi menjadi aksara Bali dan Jawa. Makanya hampir-hampir mirip ‘kan.
Aksara Bali Resmi Digunakan di Plang Nama dan Jalan
Aksara Bali ini punya dua jenis yakni aksara biasa dan suci. “Bedanya apa, Mz?” Kalau yang aksara biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Aksara biasa ini juga ada dua yaitu aksara Wreastra (untuk menulis bahasa umum) dan Swalelita (untuk menulis bahasa sansekerta).
Kalau aksara suci digunakan dalam penulisan masalah keagamaan kayak weda dan rerajahan. Yang suci juga ada dua yakni aksara Wijaksara (untuk menulis yang kaitannya sama keagamaan) dan Modre (untuk menulis yang bersifat magis). Oh ya, tiap jenis punya jumlah aksaranya masing-masing.
Kalau aksara Wreastra itu ada 18 aksara (ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba, nga, pa, ja, ya, nya). Aksara ini adalah aksara konsonan. Kalau yang aksara Swalelita ada 47 aksara termasuk aksara suara 14 buah dan aksara konsonan 33 buah. Yang Wijaksara lebih banyak lagi, ada 60 aksara! Dibanding ketiganya, aksara Modre adalah aksara yang paling susah dibaca soalnya dilambangkan dengan gambar-gambar tertentu gitu.

Aksara Bali ini ‘kan sudah digunakan pada abad ke-15, jadinya sudah ada dari beratus-ratus tahun yang lalu. Penggunaan aksara Bali ini kian hari kian menyusut, makanya biar nggak makin menurun, penggunaan aksara Bali di plang nama dan jalan mulai dilakukan semenjak diberlakukannya Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa Bali, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali. Jadi, aksara Balinya bakal ditulis di atas maupun di bawah huruf latinnya. Untuk penulisan aksara Bali di daun lontar pun juga masih dipertahankan dengan menulisnya di atas daun palem ental yang sudah diolah sedemikian rupa. Nggak lupa pengerupak untuk menulis aksaranya.
Setiap Bulan Bahasa Bali (Februari), nggak jarang bakal diadain lomba menulis aksara Bali maupun yang lainnya. Semoga aksara ini tetap lestari hingga ke anak cucu ya.